Memberdayakan Masyarakat di Pulau Kecil
Alex Retraubun Dirjen KP3K, DKP
Isu Ambalat belakangan ini kembali menyeruak. Pelanggaran yang dilakukan armada tempur milik Tentara Laut Diraja Malaysia (TLDM) di kawasan garis batas (borderline) di perairan sekitar Blok Ambalat. Semisal, pada 4 Juni lalu, sebuah kapal perang Malaysia kembali masuk sekitar dua mil kedalam wilayah negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Provokasi kapal tempur TLDM tentunya mengusik kesiagaan TNI Angkatan Laut. Kewaspadaan terus ditingkatkan dengan mengerahkan tambahan kekuatan KRI untuk menjaga kawasan tapal batas kedua negara. Ambalat adalah blok perairan dimana ada kepentingan dua negara berkaitan dengan sumber daya mineral dan minyak yang ada di landas kontinennya.
Di sana terdapat sembilan cekungan, masing-masing mengandung minyak 764 juta barel dan gas 1,4 triliun kaki kubik. Kekayaan yang melimpah ruah itu, hendaknya jangan sampai berpindah kepemilikannya. Seperti halnya, pulau Sipadan dan Ligitan yang sudah menjadi milik negara jiran Malaysia.
Kekisruhan Blok Ambalat kemudian dilanjutkan kemeja perundingan. Namun, soal perundingan kedua negara ini memang sulit menargetkan serta dapat menuntaskan dalam waktu dekat. Perundingan syaratnya bisa jalan kalau negara yang mau berunding duduk bersama.Karena perundingan itu wajib bagi dua negara menyepakati untuk hadir. Tapi, kalau suatu negara tidak mau datang tentunya mereka telah mempertimbangkannya. Lain halnya, kalau kepentingannya dirugikan dalam meja perundingan itu, mereka pasti datang.
Demikian ungkapan Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan Alex SW Retraubun, ketika bincang-bincang dengan wartawan Samudra, di ruang kerjanya di Gedung Timor, Jakarta, Senin (15/6) lalu. Berikut nungkilan wawancaranya;
Terkesan perundingan Blok Ambalat berjalan alot dan tidak menuntaskan persoalan kedua negara
Kita bisa mengambil contoh beberapa perundingan yang sudah berhasil kita laksanakan. Semisal, perundingan dengan Singapura yang sudah bisa selesai pada Februari lalu. Kenapa? Karena kita bisa menekan Singapura dengan isu pasir laut.Kebijakan moratorium pasir laut itu adalah dalam rangka menekan Singapura untuk merundingkan batas-batas maritim Indonesia. Sementara, dengan Malaysia apa yang bisa kita gunakan untuk menekan negara tersebut. Artinya, memang berjalan sedikit alot. Namun, pihak Deplu tentu tetap berupaya berjuang untuk segera menuntaskan persoalan di Blok Ambalat tersebut dengan sebaik-baiknya.
Malaysia berupaya agar Blok Ambalat dapat dikuasai
Tapi saya lihat esensi utamanya sangat berkaitan dengan Pulau Sipadan dan Ligitan. Karena kedua pulau itu yang menjadi wilayah yang mempertegas batas maritim kedua negara. Karena, dulu kedua pulau itu ada dalam PP 38 tahun 2002 dalam lampirannya. Maka negara secara legal menaruh titik dasar di pulau itu. Jadi ketika dua pulau itu menjadi milik Malaysia, maka batas negara itu menjadi kabur.
Wawancara selengkapnya bisa anda baca di edisi 75 Juli 2009
0 komentar:
Posting Komentar